Senin, 16 Mei 2011

Belajar Melaparkan Diri

Pontensi hawa hanya dapat dikendalikan selama ada kesadaran bahwa perut yang kenyang, kenikmatan
dan kelezatan dunia yang fana sungguh tidak sebanding dengan kenikmatan tiada tara yang dijanjikan-nya di akhirat.

Awal kerakusan seorang hamba dikarenakan dia lengah untuk mengendalikan perutnya,
Rasulullah bersabda, "Umatku ialah umat yang lapar  sehari dan merasa kenyang sehari, "Yahya bin Mu'adz
berkata, "Lapar adalah pelita hati, sedangkan banyak adalah api
yang memenuhi hawa."

Diceritakan pula oleh al-Qusairi tentang Abu Turab al- Nakhsyabi yang telah berkisah, "Jiwaku tidak pernah cendrung pada hawa nafsu kecuali sekali, ketika aku sangat lapar dan menginginkan roti dan telur, pada saat  aku dalam perjalangan. lalu aku mampir ke sebuah kampung untuk mendapatkan roti dan telur pengganjal  rasa laparku yang melilit perutku, Seseorang bangkit  setelah melihat  kedatanganku dan ber kata, Orang ini salah seorang diri perampok,'
Kemudian  orang orang berkumpul dan memukuli tuju puluh kali. Diantara mereka ada yang mengenaliku, 'Ini Adalah Abu Turab al-Nakhsyabi!'

Kemudian Orang orang tersebut meminta maaf dan kemudian menjamu dengan roti dan telur . Kemudian aku berkata kepada diriku, 'Makanlah, wahai Turab, setelah tujuh puluh kali pukulan ,"
Meleparkan diri tidak belarti kita termasuk orang yang kelaparan.

sebagaimana seseorang yang berkata,"Aku sedang belajar Menjadi orang miskin, agar diriku mendapatkan nikmat pelajaranku."Belajar miskin belarti dirinya dalam kondisi kaya. Sebaliknya, seorang berkata," Apa salahnya bila sesekali aku belajar seperti orang kaya," sungguh orang ini dalam keadaan miskin.

Tetapi, alangkah banyaknya hamba yang buta mata hatinya. Dengan gagah, dia berani menggangkangi kekayaan fana dunia untuk digantinya dengan kemiskinan akhirat. rasulullah saw, bersabda,"Telah menyampaikan tawaran kepadaku Tuhanku untuk menjadi lapangan di kota mekah menjadi emas. Aku berkata,'Jangan Engkau jadikan emas, wahai Tuhanku! Tapi, aku senang merasa kenyang sehari, lapar sehari. Apabila aku kenyang aku dapat bersyukur dan memuji-mu,"

Betapa kekasih pilihan Allah, Muhamad al-Musthafa, dimana seluruh ufuk memujinya dengan shalawat. Rintihan doa yang di sampaikan-nya bukanlah untuk meminta agar dirinya dikekalkan dengan nikmat dunia, melainkan lapar sehari dan kenyang sehari. lantas bagaimanakah dengan hamba hamba yang telah mengaku sebagai seorang muslim, bahkan berorganisasi mengatasnamakan harakah Islamiah, adalah mereka lapar sehari dan kenyang sehari?

Riwayat hidup rasulullah saw. sungguh sarat dengan kesederhanaan. Tidak sedikit pun potensi hawa adalah dengan bentuk "mengosongkan perut." Hal ini tidak hanya dilakukan oleh pribadi beliau, tetapi juga keluarga dan sahabatnya. Sebagaimana diceritakan oleh Aisyah r.a., "Kluarga muhammad belum pernah kenyang dua hari berturut turut sampai menjelang wafatnya."(hr bukhari dan muslim)

Riwayat lain mengisahkan sikap melaparkan seorang sahabat Rasulullah saw., yaitu Abu Hurairah, yang tersungkur pingsan di antara mihrab dan kamar Aisyah kerena lapar yang amat sangat. Cukuplah bagi kita bahwa kesederhanaan hidup yang diteladankan Rasulallah saw,. keluarga, dan para sahabatnya, menjadi suri teladan agar kalbu tidak memerah bara dikarnakan penguasaan hawa melalui perut yang kenyang. kualitas umat islam akan tampil berbinar selama mau menjaga perutnya, sebagaimana
Rasulullah saw. bersabda,

"kami adalah satu pun kaum yang tidak makan kecuali lapar berhenti makan sebelum kenyang."(al-hadits)
Rasulullah saw. bersabda juga,
"tidak satu pun anak Adam penuhkan satu tempat yang
yang lebih buruk selain perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap yang
memelihara kesehatannya.Maka , sepertiga perutnya diisi makan,
sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya."(hr ahmad dan timidzi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar