Selasa, 16 Agustus 2011

Mawaddah Mahabbah dan Rahmah


Perasaan cinta kepada pasangan hidup kita terkadang mengalami gejolak sebagaimana pasang surut yg dialami sebuah kehidupan rumah tangga. Tinggal bagaimana kita menjaga tumbuhan cinta itu agar tdk layu terlebih mati.
Satu dari sekian tanda kebesaran-Nya yg agung Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan anak Adam ‘alaihissalam memiliki pasangan hidup dari jenis mereka sendiri sebagaimana keni’matan yg dianugerahkan kepada bapak mereka Adam ‘alaihissalam. Di saat awal-awal menghuni surga bersamaan dgn limpahan keni’matan hidup yg diberikan kepada Adam ‘alaihissalam hidup sendiri tanpa teman dari jenisnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun melengkapi kebahagiaan Adam dgn menciptakan Hawa sebagai teman hidup yg akan menyertai hari-hari di surga nan indah.
Hingga akhir dgn ketetapan takdir yg penuh hikmah kedua diturunkan ke bumi utk memakmurkan negeri yg kosong dari jenis manusia . Kedua sempat berpisah selama beberapa lama krn diturunkan pada tempat yg berbeda di bumi . Mereka didera derita dan sepi sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala mempertemukan mereka kembali.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala menutup “sepi” hidup seorang lelaki keturunan Adam dgn memberi istri-istri sebagai pasangan hidupnya. Dia Yang Maha Agung berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adl Dia menciptakan utk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepada dan dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah dan rahmah. Sesungguh pada yg demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yg berfikir.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan seorang istri dari keturunan anak manusia yg asal dari jenis laki2 itu sendiri agar para suami merasa tenang dan memiliki kecenderungan terhadap pasangan mereka. Karena pasangan yg berasal dari satu jenis termasuk faktor yg menumbuhkan ada keteraturan dan saling mengenal sebagaimana perbedaan merupakan penyebab perpisahan dan saling menjauh.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا
“Dialah yg menciptakan kalian dari jiwa yg satu dan Dia jadikan dari jiwa yg satu itu pasangan agar ia merasa tenang kepadanya”
Kata Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu: “Yang dimaksudkan dlm ayat di atas adl Hawa. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan dari Adam dari tulang rusuk kiri yg paling pendek. Seandai Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan anak Adam semua lelaki sedangkan wanita diciptakan dari jenis lain bisa dari jenis jin atau hewan niscaya tdk akan tercapai kesatuan hati di antara mereka dgn pasangannya. Bahkan sebalik akan saling menjauh. Namun termasuk kesempurnaan rahmat-Nya kepada anak Adam Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan istri-istri atau pasangan hidup mereka dari jenis mereka sendiri dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tumbuhkan mawaddah yaitu cinta dan rahmah yakni kasih sayang. Karena seorang lelaki atau suami ia akan senantiasa menjaga istri agar tetap dlm ikatan pernikahan dengannya. Bisa krn ia mencintai istri tersebut krn kasihan kepada istri yg telah melahirkan anak untuk atau krn si istri membutuhkan dari sisi kebutuhan belanja atau krn kedekatan di antara kedua dan sebagainya.”
Mawaddah dan rahmah ini muncul krn di dlm pernikahan ada faktor-faktor yg bisa menumbuhkan dua perasaan tersebut. Dengan ada seorang istri suami dapat merasakan kesenangan dan keni’matan serta mendapatkan manfaat dgn ada anak dan mendidik mereka. Di samping itu ia merasakan ketenangan kedekatan dan kecenderungan kepada istrinya. Sehingga secara umum tdk didapatkan mawaddah dan rahmah di antara sesama manusia sebagaimana mawaddah dan rahmah yg ada di antara suami istri.
Allah Subhanahu wa Ta’ala tumbuhkan mawaddah dan rahmah tersebut setelah pernikahan dua insan. Padahal mungkin sebelum pasangan itu tdk saling mengenal dan tdk ada hubungan yg mungkin menyebabkan ada kasih sayang baik berupa hubungan kekerabatan ataupun hubungan rahim. Al-Hasan Al-Bashri Mujahid dan ‘Ikrimah rahimuhumullah berkata: “Mawaddah adl ibarat/kiasan dari nikah sedangkan rahmah adl ibarat/kiasan dari anak.” Adapula yg berpendapat mawaddah adl cinta seorang suami kepada istri sedangkan rahmah adl kasih sayang suami kepada istri agar istri tdk ditimpa kejelekan.
Cinta Suami Istri
adalah Anugerah Ilahi
Rasa cinta yg tumbuh di antara suami istri adl anugerah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kedua dan ini merupakan cinta yg sifat tabiat. Tidaklah tercela orang yg senantiasa memiliki rasa cinta asmara kepada pasangan hidup yg sah. Bahkan hal itu merupakan kesempurnaan yg semesti disyukuri. Namun tentu selama tdk melalaikan dari berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala krn Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ. وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُوْنَ
“Wahai orang2 yg beriman janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari zikir/mengingat Allah. Barangsiapa yg berbuat demikian mk mereka itulah orang2 yg merugi.”
رِجَالٌ لاَ تُلْهِِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَ بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللهِ
“Laki-laki yg tdk dilalaikan oleh perniagaan dan tdk pula oleh jual beli dari mengingat Allah “
Juga cinta yg merupakan tabiat manusia ini tidaklah tercela selama tdk menyibukkan hati seseorang dari kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Dzat yg sepantas mendapat kecintaan tertinggi. Karena Dia Yang Maha Agung mengancam dlm firman-Nya:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيْلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ
“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak kalian anak-anak saudara-saudara istri-istri kaum keluarga kalian harta kekayaan yg kalian usahakan perniagaan yg kalian khawatirkan kerugian rumah-rumah tempat tinggal yg kalian sukai adl lbh kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya mk tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tdk memberi petunjuk kepada orang2 yg fasik.”
Kecintaan kepada Istri
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yg paling mulia dan sosok yg paling sempurna dianugerahi rasa cinta kepada para istrinya. Beliau nyatakan dlm sabdanya:
حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُنْيَا النِّسَاءُ وَ الطِّيْبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِيْ فِي الصَّلاَةِ
“Dicintakan kepadaku dari dunia kalian1 para wanita dan minyak wangi dan dijadikan penyejuk mataku di dlm shalat.”2
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dita oleh shahabat yg mulia ‘Amr ibnul ‘Ash radhiallahu ‘anhu:
أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ: عَائِشَةُ. فَقُلْتُ: مِنَ الرِّجَالِ؟ قَالَ : أَبُوْهَا
“Siapakah manusia yg paling engkau cintai?” Beliau menjawab: “Aisyah.”
Aku berkata: “Dari kalangan lelaki?”
“Ayah ” jawab beliau.3
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata membela dan memuji Khadijah bintu Khuwailid radhiallahu ‘anha ketika ‘Aisyah radhiallahu ‘anha cemburu kepadanya:
إِنِّي قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا
“Sesungguh aku diberi rizki yaitu mencintainya.” 4
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah ingin menjadi perantara dan penolong seorang suami yg sangat mencintai istri utk tetap mempertahankan istri yg dicintai dlm ikatan pernikahan dengannya. Namun si wanita enggan dan tetap memilih utk berpisah sebagaimana kisah Mughits dan Barirah. Barirah5 adl seorang sahaya milik salah seorang dari Bani Hilal. Sedangkan suami Mughits adl seorang budak berkulit hitam milik Bani Al-Mughirah. Barirah pada akhir merdeka sementara suami masih berstatus budak. Ia pun memilih berpisah dgn suami diiringi kesedihan Mughits atas perpisahan itu. Hingga terlihat Mughits berjalan di belakang Barirah sembari berlinangan air mata hingga membasahi jenggot memohon kerelaan Barirah utk tetap hidup bersamanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada paman beliau Al-’Abbas radhiallahu ‘anhu:
يَا عَبَّاسُ أَلاَ تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيْثٍ بَرِيْرَةَ، وَمِنْ بُغْضِ بَرِيْرَةَ مُغِيْثًا؟ فَقاَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ رَاجَعْتِهِ. قَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ تَأْمُرُنِي؟ قَالَ: إِنَّمَا أَنَا أَشْفَعُ. قَالَتْ: لاَ حَاجَةَ لِي فِيْهِ
“Wahai paman tidakkah engkau merasa takjub dgn rasa cinta Mughits pada Barirah dan rasa benci Barirah terhadap Mughits?”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Barirah: “Seandai engkau kembali kepada Mughits.” Barirah berta kepada beliau “Wahai Rasulullah apakah engkau memerintahkan aku?”
“Tidak” kata Rasulullah “Akan tetapi aku hanya ingin menolongnya.”
“Aku tdk membutuhkannya” jawab Barirah.6
Tiga Macam Cinta Menurut
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu
Perlu diketahui oleh sepasang suami istri menurut Al-Imam Al-’Allamah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakar yg lbh dikenal dgn Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu ada tiga macam cinta dari seorang insan kepada insan lainnya:
Pertama: Cinta asmara yg merupakan amal ketaatan. Yaitu cinta seorang suami kepada istri atau budak wanita yg dimilikinya. Ini adl cinta yg bermanfaat. Karena akan mengantarkan kepada tujuan yg disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm pernikahan akan menahan pandangan dari yg haram dan mencegah jiwa/hati dari melihat kepada selain istrinya. Karena itulah cinta seperti ini dipuji di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan di sisi manusia.
Kedua: Cinta asmara yg dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan menjauhkan dari rahmat-Nya. Bahkan cinta ini paling berbahaya bagi agama dan dunia seorang hamba. Yaitu cinta kepada sesama jenis seorang lelaki mencintai lelaki lain atau seorang wanita mencintai sesama wanita . Tidak ada yg ditimpa bala dgn penyakit ini kecuali orang yg dijatuhkan dari pandangan Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga ia terusir dari pintu-Nya dan jauh hati dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Penyakit ini merupakan penghalang terbesar yg memutuskan seorang hamba dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Cinta yg merupakan musibah ini merupakan tabiat kaum nabi Luth ‘alaihissalam hingga mereka lbh cenderung kepada sesama jenis daripada pasangan hidup yg Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan utk mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan:
لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُوْنَ
“Demi umurmu sesungguh mereka terombang-ambing di dlm kemabukan.”
Obat dari penyakit ini adl minta tolong kepada Dzat Yang Maha membolak-balikkan hati berlindung kepada-Nya dgn sebenar-benar menyibukkan diri dgn berdzikir/mengingat-Nya mengganti rasa itu dgn cinta kepada-Nya dan mendekati-Nya memikirkan pedih akibat yg diterima krn cinta petaka itu dan hilang kelezatan krn cinta itu. Bila seseorang membiarkan jiwa tenggelam dlm cinta ini mk silahkan ia bertakbir seperti takbir dlm shalat jenazah7. Dan hendaklah ia mengetahui bahwa musibah dan petaka telah menyelimuti dan menyelubunginya.
Ketiga: Cinta yg mubah yg datang tanpa dapat dikuasai. Seperti ketika seorang lelaki diceritakan tentang sosok wanita yg jelita lalu tumbuh rasa suka di hatinya. Atau ia melihat wanita cantik secara tdk sengaja hingga hati terpikat. Namun rasa suka/ cinta itu tdk mengantar utk berbuat maksiat. Datang begitu saja tanpa disengaja sehingga ia tdk diberi hukuman krn perasaan itu. Tindakan yg paling bermanfaat utk dilakukan adl menolak perasaan itu dan menyibukkan diri dgn perkara yg lbh bermanfaat. Ia wajib menyembunyikan perasaan tersebut menjaga kehormatan diri dan bersabar. Bila ia berbuat demikian Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi pahala dan mengganti dgn perkara yg lbh baik krn ia bersabar krn Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjaga ‘iffah-nya. Juga krn ia meninggalkan utk menaati hawa nafsu dgn lbh mengutamakan keridlaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ganjaran yg ada di sisi-Nya.
Bila cinta kepada pasangan hidup kepada suami atau kepada istri merupakan perkara kebaikan mk apa kira yg mencegah seorang suami atau seorang istri utk mencintai atau paling tdk belajar mencintai teman hidupnya?
Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.
1 Tiga perkara ini dinyatakan termasuk dari dunia. Makna adalah: ketiga ada di dunia. Kesimpulan beliau menyatakan bahwa dicintakan kepadaku di alam ini tiga perkara dua yg awal termasuk perkara tabiat duniawi sedangkan yg ketiga termasuk perkara diniyyah .
2 HR. Ahmad 3/128 199 285 An-Nasa`i no. 3939 kitab ‘Isyratun Nisa’ bab Hubbun Nisa`. Dihasankan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullahu dlm Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain
3 HR. Al-Bukhari no. 3662 kitab Fadha`il Ashabun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bab Qaulin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Lau Kuntu Muttakhidzan Khalilan” dan Muslim no. 6127 kitab Fadha`ilush Shahabah bab Min Fadha`il Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu.
4 HR. Muslim no. 6228 kitab Fadha`ilus Shahabah bab Fadha`il Khadijah Ummul Mu`minin radhiallahu ‘anha
5 Disebutkan bahwa Barirah memiliki paras yg cantik tdk berkulit hitam. Beda hal dgn Mughits suaminya. Barirah menikah dgn Mughits dlm keadaan ia tdk menyukai suaminya. Dan ini tampak ketika Barirah telah merdeka ia memilih berpisah dgn suami yg masih berstatus budak. Dimungkinkan ketika masih terikat dlm pernikahan dgn suami Barirah memilih bersabar di atas hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala walaupun ia tdk menyukai suaminya. Dan ia tetap tdk menampakkan pergaulan yg buruk kepada suami sampai akhir Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kelapangan dan jalan keluar baginya.
6 Lihat hadits dlm Shahih Al-Bukhari no. 5280-5282 kitab Ath-Thalaq bab Khiyarul Amati Tahtal ‘Abd dan no. 5283 bab Syafa’atun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam fi Zauji Barirah.
7 Arti dia telah mati
Sumber: www.asysyariah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar