Minggu, 22 Mei 2011

Dakwah dan Masyarakat Pluralistik

Masih saja ada anggapan, ajaran Islam akan membawa masyarakat kepada kehidupan yang monolitik, dan bukan pluralistik. bukti paling jelas dari ketidak-beneran anggapan ini adalah pada waktu Rasulullah swt. mendirikan Negara Madinah pada tahun 622 mesehi. Negara madinah yang didirikan Nabi itu masyarakatnya Pluralistik, sehingga perlu diadakan perjanjian dengan suku-suku bangsa yang ada (di kota yatsrib pada waktu itu), dengan agama mereka yang berbeda-beda seperti yahudi dan Nasrani.

Dalam pengertian zaman sekarang, perjanjian yang di buat oleh Nabi dengan suku-suku bangsa yang berbeda keyakinan dan agamanya itu-- yang biasa diperkenalkan dengan nama Piagam Madinah--dapat disamakan dengan Undang-Undang Dasar

Piagam Madinah yang mungkin sekali adalah UUD tertulis pertama yang dikenal dalam sejarah, nyata sekali memberikan jaminan tertulis kepada hak hak asasi manusia.
Dengan menghormati, membela, dan melindungi hak-hak orang lain, pada hakikatnya belarti juga mengajak orang untuk menghormati, membela, dan melindungi hak-haknya sendiri. Dengan itu imat Islam mengejar dirinya sendiri dan mengajak orang lain supaya dapat hidup berdampingan dengan golongan-golongan lain secara damai, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

Kalau umat Islam merupakan mayoritas, maka hal itu lebih terasa sebagai kewajiban untuk melaksanakannya. Piagam Madinah menunjukkan bagamana Nabi swt. mengatur keseimbangan dalam masyarakat.
Sebaliknya, kalau umat Islam dalam keadaan  minoritas, maka tugas dakwah harus terus menerus dijalankan secara tertib, sesuai dengan tahap-tahap yang dicontohkan Rasulullah dalam mengamalakan risalahnya, Pertanyaan Allah dalam QS Ali Imran ayat 110 seperti telah dikutip di atas, harus benar-benar diyakini dan diamalkan secara nyata, sehingga umat Islam dapat dilihat sebagai umat yang benar-benar berkualitas segala hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar